Mengakui dan Memberi Insentif atas Kerja Kerumahtanggaan dan Pengasuhan Tak Berbayar di Indonesia
Mengakui dan Memberi Insentif atas Kerja Kerumahtanggaan dan Pengasuhan Tak Berbayar di Indonesia Misiyah (Ketua Dewan Eksekutif Institut KAPAL Perempuan) […]
Mengakui dan Memberi Insentif
atas Kerja Kerumahtanggaan dan Pengasuhan Tak Berbayar di Indonesia
Misiyah (Ketua Dewan Eksekutif Institut KAPAL Perempuan)
Target 5.4 dari tujuan 5 SDGs adalah “mengenali dan menghargai pekerjaan pengasuh dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan kebijakan perlindungan sosial, peningkatan dan tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga yang tepat secara nasional”. Bagi Indonesia, target ini sangat relevan karena norma gender membebankan tanggung jawab pengasuhan dan kerja domestik kepada perempuan dan berdampak membatasi partisipasi mereka dalam ekonomi formal. Kerja pengasuhan dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar adalah sumbangan yang tak terlihat bahkan tidak diakui dari ekonomi Indonesia dan dunia.
Data menunjukkan lebih dari 38,29 juta penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia melaporkan kegiatan utama ‘mengurus rumah tangga’ (BPS, Sakernas 2025). Studi Bank Dunia (2024) menunjukkan ibu menghabiskan rata-rata 13,7 jam per hari untuk kerja pengasuhan dan domestik, sementara ayah hanya 3–4 jam. Data ini terkonfirmasi di komunitas-komunitas pedesaan wilayah kerja Institut KAPAL Perempuan. Dalam pendataan partisipatif yang dilakukan bersama organisasi mitra di berbagai wilayah ditemukan data primer yang menunjukkan perempuan bekerja hingga 14 jam.
Meski berkontribusi besar terhadap keberlangsungan keluarga dan masyarakat, kerja ini belum diakui secara ekonomi dan tidak mendapat kompensasi dalam sistem perlindungan sosial. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus menerus, dibutuhkan gerakan untuk mendesak perlunya mekanisme insentif dan perlindungan sosial yang secara eksplisit menghargai kerja pengasuhan tak berbayar, selaras dengan Target 5.4 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 5).
Isu dan Tantangan
Isu dan tantangan hingga saat ini adalah kerja pengasuhan dan kerumahtanggaan tidak dianggap sebagai kerja produktif dan tidak dihitung dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara tidak ada kompensasi sosial atau dukungan finansial bagi ibu rumah tangga yang melakukan kerja pengasuhan penuh waktu. Dari sisi perlindungan sosial, kebijakan perlindungan sosial (PKH, BPNT, dan bantuan keluarga lainnya) belum secara eksplisit menilai dan menghargai dan memberikan insentif khusus pada para pekerja pengasuhan tak berbayar.
Rekomendasi Kebijakan
Ada tiga tindakan untuk memulai mengambil langkah terhadap pekerja tak berbayar ini, dikenal dengan 3 R yaitu Recognize (mengakui), Reduce (mengurangi beban) dan Redistribution (mendistribusi).
1. Recognize (Mengakui)
- Integrasikan pengukuran kerja kerumahtanggaan dan pengasuhan tak berbayar ke dalam sistem statistik nasional melalui survei penggunaan waktu.
- Akui ibu rumah tangga atau para pekerja tak berbayar sebagai pekerja sosial-ekonomi yang berkontribusi terhadap kesejahteraan nasional
2. Reduce (Mengurangi Beban)
- Sediakan infrastruktur penghemat waktu dan dapat diakses dengan mudah seperti air bersih, transportasi publik aman, dan energi bersih.
- Perluas layanan publik seperti PAUD dan daycare di komunitas yang terjangkau dan berkualitas.
- Berikan perlindungan sosial untuk memenuhi kebutuhan perempuan pekerja rumah tangga dan pekerja tak berbayar
3. Redistribution (Mendistribusikan)
- Ubah norma gender yang mematenkan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan kepada perempuan.
- Dorong pembagian kerja pengasuhan antara laki-laki dan perempuan melalui kebijakan cuti ayah yang lebih panjang dan fleksibilitas kerja.
- Wajibkan perusahaan menyediakan fasilitas daycare dan ruang laktasi sesuai UU No. 4/2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) mewajibkan tempat kerja, baik swasta maupun pemerintah, untuk menyediakan fasilitas daycare sebagai salah satu sarana pendukung bagi ibu bekerja
Insentif Sosial bagi Kerja Kerumahtanggaan dan Pengasuhan Tak Berbayar
Mengapa penting perlindungan sosial untuk kerja tak berbayar?
- Karena pekerjaan tak berbayar berhubungan langsung dengan ketidaksetaraan gender, beban yang tinggi membatasi waktu perempuan untuk melakukan kerja berbayar, pengembangan diri dan berpartisipasi sosial-politik.
- Tanpa pengakuan dan dukungan (melalui sistem perlindungan sosial) aktivitas ini bisa menjadi perangkap kemiskinan/ketidakamanan, misalnya perempuan yang menghabiskan waktu merawat karena tidak ada fasilitas pengganti, lalu sulit masuk kerja berbayar atau menabung untuk pensiun.
- Pekerjaan tak berbayar sering tidak tercakup oleh sistem jaminan sosial standar (yang berbasis pekerjaan formal/upah), artinya perlindungan seperti cuti, pensiun, bantuan sosial, jaminan kesehatan menjadi lebih sulit diakses.
Untuk mewujudkan pengakuan ekonomi terhadap kerja pengasuhan, perlu langkah konkret dalam bentuk insentif perlindungan sosial. Beberapa alternatif kebijakan antara lain:
- Kredit Pengasuhan (Care Credit) yaitu mekanisme tunjangan bulanan bagi ibu rumah tangga atau pengasuh utama anak dan lansia, terintegrasi dalam sistem perlindungan sosial.
- Jaminan Sosial untuk Pengasuh: memasukkan ibu rumah tangga ke dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran subsidi pemerintah.
- Skema Dana Pengasuhan Desa: Dialokasikan melalui Dana Desa untuk mendukung kelompok ibu rumah tangga atau kader PAUD dalam bentuk honorarium.
- Integrasi ke Program PKH: Menambahkan komponen penghargaan atas kerja pengasuhan bagi keluarga penerima manfaat (KPM), tidak hanya berdasarkan jumlah anak, tetapi juga peran pengasuh perempuan.
Kita belajar dari Singapura, lembaga Agency for Integrated Care (AIC) menyediakan program Support for Caregivers yang mencakup bantuan tunai bulanan yaitu “Home Caregiving Grant (HCG): A monthly cash payout of S$ 250 or S$ 400 untuk mendukung orang yang dirawat yang punya disabilitas permanen/moderate. Skema ini bukan secara langsung “tunjangan” bagi pengasuh informal saja, tetapi membantu keluarga/pengasuh dengan menyediakan dana tunai agar pengasuh dapat melaksanakan tugas pengasuhan rumah tangga terhadap orang yang memiliki disabilitas. Selain itu, ada juga skema lain seperti “Caregivers Training Grant (CTG)” yang memberikan subsidi pelatihan bagi pengasuh.
Mewujudkan target 5.4 SDGs berarti mengubah cara pandang bangsa terhadap kerja pengasuhan dari beban pribadi menjadi tanggung jawab sosial dan ekonomi bersama. Dengan mengakui, mengurangi, dan memberi insentif terhadap kerja pengasuhan tak berbayar, Indonesia tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga memperkuat fondasi pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan.
Indonesia
English