Kekerasan Berbasis Gender Menjerat Perempuan dengan HIV/AIDS

“Kamu (istri, Perempuan dengan HIV/AID), masih beruntung menikah dengan saya, karena tidak ada laki-laki yang mau dengan kamu!” Kira-kira kalimat […]

“Kamu (istri, Perempuan dengan HIV/AID), masih beruntung menikah dengan saya, karena tidak ada laki-laki yang mau dengan kamu!”

Kira-kira kalimat itulah yang dilontarkan suami R setiap kali suaminya merasa kesal dengan R. Padahal sebelum memutuskan untuk menikah, mereka sepakat untuk menerima kondisi satu sama lain, dengan R yang berstatus positif HIV.

Namun seiring berjalannya waktu, suami R memanfaatkan status R dan meminta R melakukan apapun yang suaminya mau. Bahkan, mengancam akan menyebarkan bahwa R merupakan Perempuan dengan HIV/AID (yang selanjutnya akan disebut PDHA). Kekerasan fisik, psikis dan seksual dialami oleh R. R memilih bertahan dan hidup dalam kekerasan karena meyakini dirinya tidak berharga dan untuk menjaga rahasia bahwa dirinya adalah PDHA.

PDHA seperti R tidak diberi kesempatakan untuk mendefinisikan dirinya dan memahami dirinya sendiri kecuali melalui pencitraan yang telah diproduksi masyarakat patriarkis. Masyarakat di sekeliling R menganggap HIV/AID bukan sebatas penyakit, namun berkaitan dengan moralitas, terlebih jika ini dialami perempuan. PDHA dianggap “kotor”, “tidak setia” dan “berdosa”, sehingga dulu R turut mendefinisikan dirinya seperti itu. Seperti yang ditulis Ester Lianawati dalam buku Akhir Perjantanan Dunia, “Tubuh perempuan adalah tubuh sosial, milik masyarakat sebelum ia sendiri sebagai pemilik tubuh punya kesadaran akan tubuhnya.”

Kemudian, suami R memposisikan dirinya sebagai Subjek dan mengubah kondisi tubuh pasangannya, R, menjadi sumber kejijikan di masyarakat. Akhirnya, R mengalami kekerasan berbasis gender di rumah tangganya sendiri dan di masyarakat hanya karena ia perempuan dengan HIV/AIDS.
Berdasarkan informasi dari Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) One Heart One Spirit yang rutin mendampingi ODHIV di Kota Manado, ada banyak sekali PDHA yang bernasib seperti R. Apalagi, jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Manado lumayan tinggi. Pada tahun 2024 saja, BPS Sulawesi Utara mencatat jumlah kasus HIV/AIDS di kota Manado mencapai 778. Tentu jumlah kasus yang ada di lapangan melebilihi jumlah kasus yang tercatat.

Untuk menghapus kekerasan berberis gender yang dialami oleh PDHA, KDS One Heart One Spirit didukung oleh Institut KAPAL Perempuan menyelenggarakan “Diskusi Terbatas: Kekerasan Berbasis Gender yang Dialami Perempuan dengan HIV/AIDS”. Selain PDHA, diskusi ini juga melibatkan Dinas Kesehatan Sulawesi Utara, UPTD PPA Sulawesi Utara, DP3A Minahasa Utara dan beberapa organisasi masyarakat sipil seperti PKBI Sulut, Swara Parangpuan Sulut dan LBH Manado. Diskusi ini bertujuan agar PDHA menyadari hak-haknya serta dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, perlindungan hukum, dan dukungan sosial.

Harapannya ke depan, masyarakat memahami bahwa HIV/AIDS tidak berkaitan dengan moralitas, melainkan masalah kesehatan yang dapat dialami siapa saja. Sehingga, kondisi tubuh PDHA tidak menjadi justifikasi inferioritas PDHA dan membuat PDHA seperti R menjadi korban kekerasan berbasis gender, di rumah tangganya sendiri maupun di masyarakat.

Pesan dari PDHA penyintas kekerasan berbasis gender: “Tak lelah mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh perempuan yang hidup dengan HIV untuk keberanian dan kekuatan, untuk menyuarakan situasi kekerasan yang dialami dan telah berani melangkah keluar dari lingkaran kekerasan atau bahkan bagi mereka yang masih berada di dalamnya. Jangan takut, kamu tidak sendiri, kamu kuat, dan kamu bisa.”

Lihat Artikel Terkait

Perspektif Gender dalam Penanganan COVID-19

Oleh Mh Firdaus Pademi COVID-19 berlalu setahun. Terhitung Maret 2021,...

Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional

Jalan Berliku Pekerja Rumah Tangga Menanti Pengakuan Negara Peringatan Hari...

Hari Kartini: Mendesak Keseriusan Negara Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan

PERNYATAAN SIKAP Mendesak Keseriusan Negara Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan Memperingati...

Scroll to Top