Nurlina, Nelayan Perempuan Pulau

Pejuang perempuan pulau, Nurlina namanya. Lina melaut bersama pamannya sejak kecil karena ayahnya telah meninggal. Dia harus mencari nafkah untuk keluarganya. Kakak laki-lakinya sudah menikah dan hanya bisa menghidupi keluarganya sendiri.
Melaut bersama pamannya tidak setiap saat dia lakukan karena kadang-kadang dia merasa tidak nyaman. Perahu pamannya juga harus menghidupi anaknya sendiri. Jika tidak melaut, Lina bekerja memperbaiki jala/jaring yang rusak dan mengikat rumput laut dengan penghasilan sangat kecil, Rp. 6.000-15.000 per hari. Hanya itu pekerjaan yang tersedia untuk perempuan di pulau.
Lina sangat ingin mempunyai perahu sendiri karena dengan melaut penghasilannya jauh lebih besar. Bantuan pemerintah (Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan/Pangkep) yang berupa perahu motor kecil (katinting) hanya diberikan pada laki-laki. Anggapannya nelayan adalah laki-laki. Kemampuan Lina dan perempuan lain di pulau untuk melaut dan mencari ikan dianggap tidak ada.
Sekolah Perempuan telah membuka kesadaran bahwa siapapun berhak menjadi apapun yang diinginkannya dan sesuai kemampuannya. Lina dan teman-temannya mendesak Pemkab Pangkep juga memberikan bantuan perahu/katinting kepada perempuan karena profesi nelayan bukan hanya untuk laki-laki. Prosesnya panjang untuk meyakinkan pemerintah karena tidak mudah mengubah cara pandang bahwa nelayan juga perempuan. Namun akhirnya berhasil.
Lina, tidak hanya menggunakan perahu bantuan itu untuk melaut (mencari nafkah). Ia menyadari bahwa transportasi di laut sulit dan mahal maka Lina mendedikasikan perahunya juga untuk membantu perempuan yang akan berobat ke Pustu (Puskesmas Pembantu) terdekat dan anak-anak sekolah terutama anak-anak perempuan yang harus menyeberang ke pulau lain.
Perjuangan Lina yang mewakili perjuangan nelayan perempuan ini didokumentasi oleh Saidah, temannya yang juga anggota Sekolah Perempuan. Ini merupakan proses, perempuan merekam, mendokumentasi, menuliskan dan membuat sejarahnya sendirinya karena sejarah perempuan seringkali diabaikan. Apalagi sejarah perempuan miskin dan tinggal di wilayah terpencil.
Bravo untuk tim YKPM Sulsel yang semakin memperkuat perempuan pulau terus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya!!
Artikel yang baik 🙂
Terima kasih