Sistem Perlindungan Sosial di Indonesia Paska Orde Baru : Sebuah Tinjauan Kritis

Latar Belakang Penelitian

Untuk mengatasi kemiskinan, salah satu kebijakan dilakukan pemerintah adalah menyediakan perlidungan sosial bagi warga negara untuk mengantisipasi dan menghadapi guncangan dan resiko yang mungkin dialami dalam setiap siklus kehidupan. Berdasarkan data BPS per September 2013 tercatat 28,55 juta orang (11,47 persen) bertambah sebanyak 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebanyak 28,07 juta orang (11,37 %). Belum lagi kelompok warga yang berada disekitar garis kemiskinan Rp. 292.626 perkapita perbulan[1], dimana mereka akan sangat rentan jatuh miskin kembali ke bawah garis kemiskinan tersebut.

Penelitian tentang perlindungan sosial ini ingin melihat bagaimana sistem dan konsep perlindungan sosial yang berlaku di Indonesia; bagaimana proses perumusan kebijakan termasuk melihat kepentingan politik dan lembaga negara yang mengelola program perlindungan sosial, bagaimana sistem pendataan masyarakat miskin dan pengaruhnya terhadap akses perempuan dan kelompok marjinal terhadap program perlindungan sosial. Selain itu, bagaimana perempuan dan kelompok marjinal terlibat dalam perumusan, implementasi dan monitoring dan evaluasi kebijakan perlindungan sosial serta mendalami pengalaman perempuan dalam proses perumusan dan pelaksanaan program perlindungan sosial dan apa dampaknya untuk perempuan dan kelompok marjinal lainnya.

Pengumpulan data dilakukan melalui kajian literatur dan analisis kebijakan, wawancara mendalam, focus group disccusion, penggalian narasi personal, dan pengamatan. Penelitian dilakukan di 7 desa, di 4 kabupaten dan 3 propinsi dan pemeritah pusat. Ke-7 desa tersebut mewakili desa dengan keberadaan masyarakat adat (Lombok Utara, NTB), desa dengan tingkat kemiskinan perempuan yang tinggi dan jumlah migran perempuan tinggi (Lombok Timur, NTB), desa yang berada di wilayah kepulauan (Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan), dan desa dengan angka pernikahan dini dan putus sekolah yang tinggi (kabupaten Gresik, Jawa Timur). Jumlah responden penelitian ini sebanyak 334 orang ( & ) terdiri dari 144 informan wawancara mendalam dan 190 peserta FGD di daerah. Analisis data menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kritis dan analisis ekonomi politik berperspektif feminis dalam menganalisa rangkaian data yang diperoleh dalam penelitian.

Proses Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan penyusunan riset design melalui kajian literatur dan catatan dari diskusi bulanan perlindungan sosial yang dilakukan KAPAL Perempuan. Penyusunan riset design juga mendapat masukan expert dari Anggota Perkumpulan KAPAL Perempuan melalui dua kali FGD. Setelah riset design selesai, tim peneliti nasional menyiapkan tools penelitian untuk di ujicobakan dalam penelitian di Kab. Lombok Timur, pada 7-14 Maret 2014. Penelitian ini melibatkan peneliti lapang dari 3 mitra daerah yakni KPS2K, YKPM dan LPSDM. Untuk membekali para peneliti lapang dalam penguasaan konsep penelitian dan teknik pengumpulan data dilaksanakan lokakarya membangun tim peneliti pada 26-29 Maret 2014 di Jakarta. Dalam workshop ini, peneliti lapangan memperdalam pengetahuannya tentang konsep perlindungan sosial di Indonesia. Pada bulan April 2014, tim peneliti nasional menyusun dan memperbaiki kembali seluruh tools penelitian untuk pengumpulan data di lapangan. Kemudian bulan Mei-Juni 2014, tim melakukan penelitian lapangan di 3 propinsi daerah penelitian dan dilanjutkan Juli-Agustus 2014 pengumpulan data di tingkat nasional melalui wawancara mendalam dengan 4 kementerian, 2 orang akademisi, 1 aktivist NGO, 1 orang konsultan lembaga donor terkait dengan isu perlindungan sosial. Hingga pertengahan September 2014 ini rencananya masih ada informan yang masih akan di wawancarai. Mulai pertengahan Agustus hingga September 2014, tim peneliti nasional sedang dalam proses penulisan laporan penelitian.

Pembelajaran yang bisa dipetik dari proses penelitian ini adalah berkontribusi membuka kedasaran awal perempuan dan masyarakat marginal (suku/agama minoritas, dan disabilitas) atas hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan sosial. FGD di desa dan kabupaten menjadi arena memberi ruang konstruktif bagi semua pihak untuk memberi kritik dan masukan terhadap kebijakan dan program perlindungan sosial.Keterlibatan mitra daerah dalam penelitian ini ditujukan untuk menumbuhkan minat dan kapastitas staf mitra daerah didalam melakukan penelitian. Selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman bersama bahwa program penelitian di Knowledge Development adalah bagian yang tidak terpisahkan dari program Gender Watch secara keseluruhan.

Temuan Penelitian

Pengembangan sistem perlindungan sosial di Indonesia sangat dipengaruhi oleh paradigma ekonomi politik neoliberal yang menyebabkan perlindungan sosial hanya diberikan bagi orang miskin dan tidak beruntung dalam system ekonomi pasar bebas. Perlindungan sosial sejak Orde Baru hingga saat ini masih diberikan secara selektif, targeting, dan berkwalitas rendah. Konsep perlindungan sosial masih ditujukan sebagai bantuan sosial bagi orang miskin namun belum menyentuh perspektif gender, transformative dan inklusif.

Telah terbangun basis data terpadu dalam program perlindungan sosial hanya saja masih banyak kesalahan target sasaran, data yang tidak update, variable ukuran kemiskinan yang tidak kontekstual. Hal ini disebabkan karena system pendataan sangat sentralistik, update data terlalu lama, dan minimnya partisipasi warga terutama perempuan dalam penyusunan kriteria kemiskinan.

Sistem monitoring dan evaluasi terhadap program perlindungan sosial belum melibatkan partisipasi masyarakat sipil khususnya perempuan, masyarakat marginal, dan NGO. Mekanisme pengaduan tidak banyak diketahui dan tidak dikemas dengan baik agar tumbuh minat masyarakat dalam mengadukan kasus atau complain belum lagi respon atas pengaduan yang tidak terukur oleh instansi pelaksana.

Masih banyak perempuan yang belum memperoleh manfaat atas perlindungan sosial yang disediakan pemerintah karena jenis bantuan yang diberikan belum sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan perempuan agar dapat meningkatkan kwalitas hidup. Banyak dari mereka yang bekerja di sector usaha informal, buruh lepas, dan tidak bekerja yang tidak memiliki jaminan atas resiko hidup yang dialami mereka dan keluarganya. Partisipasi perempuan di hampir semua tingkatan masih sangat rendah dalam mempengaruhi kebijakan dan program perlindungan sosial.

Advokasi oleh masyarakat sipil perlu semakin ditingkatkan untuk mempengaruhi regulasi dan kebijakan perlindungan sosial yang berperspektif gender, transformative dan inklusif.

[1] Badan Pusat Statistik, Profile Kemiskinan di Indonesia September 2013 dalam No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014.

*draft dan belum dipublikasikan

Post a comment