Strategi KAPAL Perempuan Integrasikan GEDSI dalam Program INKLUSI

Dalam acara Kick-off Program Australia-Indonesia Partnership for Inclusion (INKLUSI) yang digelar Kementerian PPN/BAPPENAS pada hari Selasa (19/4), Direktur KAPAL Perempuan Misiyah mengenalkan strategi yang akan dikembangkan KAPAL Perempuan dalam program INKLUSI ini.

Misiyah menyampaikan inti dari program yang dikembangkan Institut KAPAL Perempuan adalah penguatan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan. Hal ini untuk memastikan perspektif GEDSI dalam perencanaan, penganggaran dan pemantauan pembangunan segala bidang kehidupan melalui strategi penguatan kepemimpinan perempuan.

Latar belakang dari dikembangkannya strategi ini adalah terdapatnya beberapa masalah seperti pandemi COVID-19, budaya patriarki yang merugikan perempuan rentan, dan sekat identitas menyebabkan adanya kelompok tereksklusi.

Beberapa kasus di antaranya, adanya kelompok marjinal yang masih mengalami masalah identitas hukum, tidak meratanya akses terhadap perlindungan sosial (misalnya ada 489 KK dari total 651 KK di desa Tanah Merah Kupang yang tidak memiliki Jaminan Kesehatan Bersubsidi (JKN-PBI)), meningkatnya kekerasan berbasis gender di wilayah program selama pandemi, kehilangan pekerjaan, serta hambatan dalam berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, disampaikan bahwa strategi yang dipakai adalah memperkuat kepemimpinan perempuan dengan perspektif gender dan inklusif (GEDSI) melalui pengorganisasian dan pendidikan kritis, advokasi dan kolaborasi dengan pemerintah dan multipihak dalam proses perencanaan, penganggaran dan pemantauan program pembangunan dengan perspektif GEDSI serta memperkuat diskursus publik dan menggalang dukungan untuk memperkuat aksi kolektif para pemangku kepentingan untuk isu GEDSI.

Ada beberapa implementasi dari strategi ini. Pertama, mengembangkan data desa dengan perspektif GEDSI di 10 desa piloting melalui Participatory Rural Appraisal (PRA), survei, dan data sekunder, kemudian hasilnya diadvokasi dan dikolaborasikan dengan pemerintah lokal dan nasional.

Kedua, mengoptimalkan wadah belajar Sekolah Perempuan untuk kesadaran kritis, komitmen dan aksi kolektif untuk mewujudkan GEDSI, dengan ini pendidikan kritis terintegrasi dengan pengorganisasian kelompok marjinal. Ketiga, terciptanya usaha mikro (livelihood) serta meningkatnya partisipasinya dalam pengambilan keputusan pada forum seperti Musrembang, Musdes, dan lainnya. Keempat, penguatan jaringan advokasi dan kampanye UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU Penghapusan Perkawinan Anak, SDGs, dan C20-G20.

Perubahan yang diharapkan dari upaya ini, yaitu terbangunnya kesadaran kritis kelompok marjinal, meningkatnya akses mereka terhadap identitas hukum, perlindungan sosial, layanan penghapusan kekerasan seksual, perkawinan anak, akses livelihood perempuan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, harapannya terjadi pula perubahan pada pemerintah nasional dan lokal untuk meningkatkan keterbukaan mereka untuk berkolaborasi, serta meningkatnya kapasitas dan komitmen pemerintah dalam mengintegrasikan GEDSI dalam berbagai bidang. Untuk publik dan multipihak, harapannya hal ini dijadikan diskursus urgensi GEDSI dalam pembangunan, pendapaian SDGs dan pemulihan dampak  COVID-19.

Untuk satu tahun pertama, wilayah program terdapat di 10 desa piloting dan selanjutnya ada 77 desa, sehingga total 87 desa yang tersebar di 9 provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bali, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Barat.

Karakter wilayahnya, yaitu kepulauan dan pegunungan terpencil, daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal), pedesaan semi urban, wilayah bencana dan adat. Dalam mengembangkan wilayah program ini, KAPAL Perempuan bekerja sama dengan 8 organisasi lokal, di antaranya PEKA-PM, YKPM, LPSDM, KPS2K, PBT, Bali Sruti, LBH Morotai dan BAKUMDIK.

Pada 13 April sampai 14 April 2022 lalu juga KAPAL Perempuan telah melaksanakan training pendataan data desa berbasis GEDSI sekaligus melakukan persiapan teknis Participatory Rural Appraisal (PRA) atau pemetaan partisipatif pendataan data desa bersama 8 organisasi lokal yang menjadi mitra.

Saat ini, LPSDM di Desa Lenek Kalibambang-Kabupaten Lombok Timur, KPS2K di Desa Kesamben Kulon-kabupaten Gresik dan YKPM di Desa Mattiro Kanja-Kabupaten Pangkep melibatkan masyarakat dan pemerintah lokal telah memulai pemetaan partisipatif pendataan di wilayahnya masing-masing.

Tujuan dari pendataan ini adalah mengumpulkan data isu-isu gender, disabilitas dan inklusi sosial. Data tersebut menjadi alat untuk melihat masalah kemiskinan yang secara khusus dialami oleh perempuan karena relasi kuasa berbasis gender, disabilitas dan kelompok yang terekslusi terutama pada masa pandemi COVID-19 ini.

 

Post a comment